liputaninvestigasi.com – Kondisi Pasar Ikan Gandapura, Kabupaten Bireuen, kini menuai kritik keras dari masyarakat. Setiap pagi, kawasan ini...
liputaninvestigasi.com – Kondisi Pasar Ikan Gandapura, Kabupaten Bireuen, kini menuai kritik keras dari masyarakat. Setiap pagi, kawasan ini dipenuhi kemacetan akibat parkir sembarangan, jalanan becek, serta tumpukan sampah yang tidak terurus. Warga dan anak sekolah yang melintas pun kerap kesulitan karena pasar semakin kumuh dan tidak tertata.
Di balik kesemrawutan tersebut, praktik pungutan terhadap pedagang justru terus berjalan. Informasi yang dihimpun menyebutkan adanya kutipan dengan rincian:
Rp100 ribu per bulan per motor dari toke bangku disetor ke panitia parkir. Rp2 ribu per motor per hari dari tukang parkir. Rp10 ribu per hari dari pihak haria keude. Rp300 ribu per bulan untuk kebersihan pihak haria keude.
Jika dikalkulasikan, jumlah pungutan yang terkumpul setiap bulannya cukup besar. Namun, hasil dari kutipan itu nyaris tak terlihat. Jalan pasar tetap tergenang air, drainase dipenuhi sampah, dan suasana pasar makin semrawut.
Yang lebih disayangkan, sebagian lahan pasar di sebelah utara merupakan tanah wakaf masjid. Meski begitu, lahan tersebut juga diperlakukan layaknya lahan komersial dengan adanya pungutan. Padahal, menurut aturan, hasil dari tanah wakaf semestinya dikelola untuk kemaslahatan umat melalui kas masjid.
Selain persoalan pungutan, pedagang ikan juga kerap membuang air fiber ke badan jalan. Hal ini membuat jalan licin dan kotor. Saat warga menegur, sebagian pedagang berkilah bahwa mereka sudah membayar pajak sehingga merasa terbebas dari kewajiban menjaga kebersihan.
“Pasar ini sudah sangat semrawut. Kami yang lewat setiap hari merasa terganggu, tapi seolah tidak ada perubahan meski pungutan terus berjalan,” ujar seorang warga Blang Keude yang enggan disebutkan namanya, Sabtu (23/8/2025).
Kondisi ini dinilai sebagai bentuk pungutan ganda tanpa kepedulian nyata. Dana yang masuk dari pedagang tidak berdampak pada perbaikan fasilitas maupun kebersihan pasar.
Warga menilai, tanpa adanya intervensi pemerintah daerah, Pasar Gandapura berpotensi menjadi simbol pungutan liar, pengabaian tanah wakaf, serta lemahnya kesadaran kolektif.
“Pasar adalah wajah sebuah daerah. Wajah Gandapura saat ini tercoreng. Transparansi, pengawasan, dan penataan ulang harus segera dilakukan agar pasar ini bisa kembali layak dan nyaman bagi masyarakat,” pinta warga. (Taufiq)