Bireuen/Liputaninvestigasi.com- Kabupaten Bireuen, sebuah wilayah di pesisir utara Aceh, bukan sekadar nama di peta. Ia adalah tanah yang me...
Bireuen/Liputaninvestigasi.com-Kabupaten Bireuen, sebuah wilayah di pesisir utara Aceh, bukan sekadar nama di peta. Ia adalah tanah yang menyimpan jejak panjang pendidikan Islam, sebuah warisan yang mengalir dalam denyut nadi masyarakatnya. Sejak berabad lalu, Bireuen telah menjadi saksi bisu bagaimana ilmu agama ditanamkan, dipelihara, dan diwariskan dari generasi ke generasi melalui institusi tradisional yang disebut dayah, sebutan lokal untuk pesantren di Aceh.
Dayah bukan hanya tempat belajar, tetapi juga pusat peradaban yang membentuk akhlak, budaya dan identitas masyarakat Bireuen. Sejarah mencatat, Aceh adalah salah satu pintu masuk Islam di Nusantara, dan Bireuen turut mengambil peran dalam perjalanan itu.
Di masa lampau, ulama-ulama besar dari Bireuen tidak hanya mengajarkan Al-Qur’an dan kitab kuning, tetapi juga menjadi penutur kebijaksanaan yang membimbing masyarakat menghadapi tantangan zaman. Nama-nama dayah seperti Dayah Tanoh Abee atau Dayah Mudi Mesra Samalanga adalah bukti nyata bahwa Bireuen telah lama menjadi lumbung pendidikan Islam yang disegani, tidak hanya di Aceh, tetapi juga di kawasan Sumatera.
Para santri dari berbagai penjuru datang untuk menimba ilmu, membawa pulang pengetahuan yang kemudian menyebar ke desa-desa, membentuk jaringan keilmuan yang kuat. Namun, jejak ini bukan tanpa tantangan. Konflik berkepanjangan, bencana alam seperti tsunami 2004, dan modernisasi yang berjalan cepat telah mengguncang pondasi pendidikan tradisional di Bireuen.
Banyak dayah yang dulu megah kini berjuang untuk bertahan, sementara generasi muda mulai terpikat oleh gemerlap dunia yang menjauhkan mereka dari nilai-nilai santri. Di tengah perubahan ini, muncul pertanyaan besar: bagaimana Bireuen bisa tetap relevan sebagai pusat pendidikan Islam di era modern? Inilah yang mendasari gagasan untuk menjadikan Bireuen sebagai “Kota Santri” sebuah visi yang tidak hanya melestarikan warisan masa lalu, tetapi juga membangun masa depan yang berpijak pada nilai-nilai keislaman.
Menjadikan Bireuen sebagai Kota Santri bukanlah sekadar romantisme sejarah. Ini adalah panggilan untuk mengembalikan kejayaan pendidikan Islam yang pernah dimiliki Bireuen, sekaligus menjawab kebutuhan zaman. Dengan jumlah dayah yang signifikan, ribuan santri yang belajar setiap tahun, dan dukungan budaya masyarakat yang masih kental dengan syariat Islam, Bireuen memiliki modal besar untuk bangkit.
Lebih dari itu, visi ini menawarkan harapan: pendidikan yang tidak hanya mencetak ulama, tetapi juga santri yang mampu menjadi pengusaha, inovator, dan pemimpin di tengah masyarakat global. Latar belakang ini menjadi titik tolak. Bireuen bukan lagi hanya kabupaten biasa di Aceh; ia bisa menjadi simbol kebangkitan pendidikan Islam yang terpadu, di mana dayah, pemerintah dan masyarakat bersinergi untuk menciptakan generasi yang berilmu, berakhlak dan berdaya.
Beberapa tulisan saya sebelumnya terkait Bireuen Kota Santri dan yang akan saya tulis kedepannya sebenarnya untuk merangkai jejak sejarah dalam sebuah catatan kecil "Road Map Kabupaten Bireuen Sebagai Kota Santri" mudah-mudahan menjadi peta jalan yang jelas ke depannya, juga sebagai edukasi dan ingin menggugah publik di Bireuen khususnya, membawa Bireuen menuju identitas barunya: Kota Santri. Sedikit-sedikit Kota Santri, tapi Bangun Kota Santri tidak boleh sedikit-sedikit.
Penulis: Anwar, S.Ag, M.A.P Kepala Dinas Pendidikan Dayah Kabupaten Bireuen.