Banda Aceh – Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan (Menpolhukam) Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Syiah Kuala (BEM USK), Aidil Syahputr...
Banda Aceh – Menteri Politik, Hukum, dan Keamanan (Menpolhukam) Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Syiah Kuala (BEM USK), Aidil Syahputra, menyoroti polemik yang muncul terkait penunjukan Alhudri sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh.
Aidil mempertanyakan keabsahan status Alhudri dalam posisi tersebut serta dampak dari kegaduhan politik yang terjadi. Minggu 23 Februari 2025.
Polemik ini mencuat setelah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) dalam rapat paripurna pengucapan sumpah dan pelantikan Wakil Ketua DPRA dari Fraksi Golkar mengungkapkan dugaan adanya permainan di balik pergantian Plt Sekda Aceh.
Selain itu, terdapat indikasi maladministrasi dalam penerbitan Surat Keputusan (SK) Plt Sekda tertanggal 12 Februari 2025. Ketua DPRA secara tegas menuding adanya keterlibatan Wakil Gubernur Aceh, Fadhlullah atau yang akrab disapa Dek Fad, serta Bendahara DPD Partai Gerindra Aceh, T. Irsyadi, dalam proses penunjukan dan penerbitan SK tersebut.
Aidil Syahputra menilai bahwa sebagai tokoh publik dan pimpinan DPRA, seharusnya permasalahan ini dapat diselesaikan dengan cara yang lebih bijak tanpa perlu mengeluarkan pernyataan keras yang justru memicu kegaduhan di tengah masyarakat.
“Seharusnya sebagai tokoh publik dan pimpinan DPRA bisa menyelesaikan persoalan ini dengan baik tanpa harus memberikan pernyataan yang sangat keras sehingga menjadi tontonan masyarakat dan sorotan publik. Terlihat sangat tidak baik dan tidak elok untuk diucapkan,” ujar Aidil Syahputra.
Di sisi lain, beberapa kalangan politisi, terutama dari Fraksi Gerindra, menilai bahwa pengangkatan Alhudri telah sesuai dengan prosedur yang berlaku dan tidak melanggar aturan. Hal ini dikarenakan dalam SK pengangkatan Alhudri sebagai Plt Sekda Aceh, yang menandatangani keputusan tersebut adalah Muzakir Manaf sebagai Gubernur Aceh.
Aidil juga menyoroti ketidakharmonisan antara lembaga legislatif dan eksekutif yang kini menjadi sorotan publik dan perbincangan hangat di berbagai tempat, termasuk di warung kopi.
“Kekisruhan hari ini antara lembaga legislatif dan eksekutif menjadi tontonan masyarakat Aceh dan menjadi buah bibir panas di meja kopi. Jika tidak ada keharmonisan dan justru menimbulkan kegaduhan, mengapa tidak mencari sosok lain yang lebih layak diusulkan? Aceh tidak kekurangan tokoh yang kompeten, bahkan masih banyak figur potensial di luar sana yang layak untuk dijadikan Sekretaris Daerah Aceh,” tutup Aidil Syahputra.