liputaninvestigasi.com - Bencana banjir di Aceh sampai saat ini masih menjadi momok menakutkan di banyak wilayah di Aceh. Selama musim hujan...
liputaninvestigasi.com - Bencana banjir di Aceh sampai saat ini masih menjadi momok menakutkan di banyak wilayah di Aceh. Selama musim hujan, banjir telah menggenangi beberapa wilayah di wilayah ini.
Pemerintah mungkin mengklaim bahwa banyak sudah upaya yang telah dilakukan baik secara Nasional, Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam menanggulangi bencana banjir, baik banjir bandang, banjir biasa maupun banjir genangan, namun ternyata penanganan banjir tersebut belum sepenuhnya tertangani dengan baik, bahkan setiap waktu terus saja berulang.
Yang paling baru terjadinya bencana banjir berulang di tiga kecamatan di Kabupaten Aceh Utara Provinsi Aceh sejak beberapa hari lalu. Bahkan kini dari berbagai informasi media yang diperoleh telah meluas ke enam kecamatan yaitu Kecamatan Sawang, Samudera, Syamtalira Aron, Matangkuli, Pirak Timu dan Tanah Luas.
Informasi dan data dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Utara, saat ini lokasi terparah berada di Kecamatan Samudera. Dampak dari bencana banjir tersebut, dua tiang listrik tumbang dan jalan di Aceh Utara terputus, dan dari lokasi itu ada 1.726 jiwa dilaporkan mengungsi dan tersebar di tiga titik lokasi pengungsian. Sementara itu di kecamatan Matangkuli sekitar 1.700 jiwa warga juga menjadi pengungsi.
Menurut TM Zulfikar selaku Pemerhati Lingkungan Aceh mengungkapkan banjir yang terjadi di enam kecamatan di Aceh Utara, juga tak terlepas dari kondisi kerusakan hutan, lahan dan aliran daerah sungai di wilayah hulu, terutama di wilayah sungai yang berada bagian tengah dan kawasan di atasnya. Dalam hal ini perlu ada upaya pemantauan dan evaluasi kondisi hulu, tengah dan hilir dari seluruh daerah aliran sungai (DAS) yang ada.
"Oleh karena itu keseriusan dan komitmen bersama antara Pemerintah Pusat, Aceh dan Kabupaten/Kota sangat diharapkan dalam upaya penanggulangan bencana di Aceh. Apalagi wewenang pengelolaan wilayah sungai di Aceh saat ini tidak semuanya berada di bawah pengelolaan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota," katanya. Selasa 10 Oktober 2023.
Tapi, lanjut Dosen Teknik Lingkungan Universitas Serambi Mekkah itu, juga menjadi wewenang pengelolaan Pemerintah Pusat, seperti wilayah sungai Jambo Aye yang alirannya mulai dari Kawasan hulu di Gayo Lues dan Bener Meriah, dan mengalir hingga ke Kawasan hilir di Aceh Utara dan Aceh Timur.
Begitu juga Wilayah Sungai Pase-Peusangan yang wewenang pengelolaannya berada di bawah Pemerintah Aceh, aliran beberapa Daerah Aliran Sungainya mengalir mulai dari Kawasan hulu di Aceh Tengah dan Bener Meriah hingga ke Kawasan hilir di Kabupaten Bireuen dan Aceh Utara.
"Kita menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah mulai dari Pusat hingga ke Daerah dalam menanggulangi bencana banjir. Undang-undang dan regulasi terkait sumber daya air mengamanatkan agar berbagai upaya terkait konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air hingga pengendalian kerusakan akibat bencana sumber daya air seperti banjir ini agar lebih dilakukan secara masif dan terkoordinir dengan melibatkan seluruh para pihak (stakeholders) terkait," katanya.
"Selain itu kita juga berharap agar pemerintah lebih kreatif lagi. Karena sejauh ini banjir masih saja sering terjadi. Pemerintah Aceh juga perlu segera menyerahkan peta lokasi bencana banjir dan rencana induk sistem drainase yang ada di berbagai wilayah, sehingga peta rencana itu diharapkan bisa dipublikasikan ke publik, sehingga masyarakat juga mengetahui titik mana saja yang kondisinya perlu diperbaiki dan dapat bekerja secara maksimal," tambahnya.
Dengan begitu, masyarakat diharapkan akan berpartisipasi untuk turut membenahi drainase yang tak berfungsi dengan baik. Diantaranya adalah dengan turut membersihkan drainase yang terlalu sempit dan dipenuhi sampah. Upaya kerja sama antara dinas terkait dengan masyarakat diyakini akan mampu memininalisasi terjadinya bencana banjir dan genangan banjir.
Selain itu pemerintah masih perlu terus menerus menertibkan wilayah sempadan sungai yang masih ada bangunan yang melanggar dengan berdiri di atasnya. Jangan sampai dibiarkan berlarut-larut karena nantinya akan menimbulkan konflik berkepanjangan antara masyarakat dengan pemerintah.
"Contohnya saat penertiban kawasan bantaran dan sempadan sungai Krueng Aceh beberapa waktu lalu, perlu upaya yang sangat panjang dan hati-hati dalam penanganannya," pintanya
Menurut Zulfikar Pemerintah Aceh perlu segera menyelesaikan master plan pengelolaan banjir terpadu di Aceh yang disepakati bersama. Juga perlu adanya formulasi baru dalam menangani banjir.
"Selain itu, Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Aceh juga harus tegas dalam menegakkan peraturan daerah (qanun) yang berlaku sehingga penanganan dan penanggulangan banjir di Aceh nantinya akan lebih efektif," demikian pinta TM Zulfikar selaku pemerhati Lingkungan Aceh tersebut.