Sengkarut Tata Kelola Pemerintahan Aceh, Merampas Ruang Hidup dan Memangkas Hak Konstitusional Masyarakat

liputaninvestigasi.com - Tahun 2022 adalah tahun penting sebagai catatan perjalanan pembangunan perdamaian Aceh. Ada dua faktor utama sebaga...


liputaninvestigasi.com - Tahun 2022 adalah tahun penting sebagai catatan perjalanan pembangunan perdamaian Aceh. Ada dua faktor utama sebagai indicator bahwa 2022 adalah tahun penting bagi Aceh. 

Pertama tahun tersebut merupakan tahun berakhirnya dokumen rencana pembangunan jangka menengah Aceh (RPJMA) tahun 2017-2022. 

Namun sayangnya, segenap pemangku kebijakan Pemerintahan Aceh sama sekali, tidak menyampaikan secara terbuka, sudah sejauh mana capaian yang telah dicapai dalam periode tersebut. 

Sehingga pemerintahan yang dipimpin oleh pejabat yang ditunjuk langsung untuk memimpin Aceh selama penundaan pilkada dapat menyesuaikan kondisi kebutuhan perbaikan-perbaikan pembangunan Aceh selama mengisi kekosongan pejabat gubernur definitive.

Kedua, tahun 2022 adalah tahun terakhir pemerintah Aceh menerima transfer dana otsus sebesar 2% dari dana alokasi umum nasional. Mulai tahun 2023 dana otsus Aceh hanya 1% dari dana alokasi umum nasional. 

Pertanyaan mendasar adalah, sudah sejauh mana efektifitas penggunaan dana otsus Aceh untuk mencapai efektifitas pembangunan dan perbaikan tata Kelola pemerintahan yang berdampak langsung dengan kesejahteraan masyarakat Aceh?

Berikut adalah beberapa catatan Masyarakat Sipil Aceh yang tergabung dalam “Pokja Lima Masyarakat Sipil Aceh” yaitu Katahati Institute, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Flower Aceh dan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Aceh tentang sengkarut tata Kelola pemerintah Aceh sepanjang tahun 2022. Senin (17/1).

1. Gagalnya Pemerintah Aceh Dalam Menjamin Akses Keadilan Dalam Penegakan Hukum.

Sepanjang tahun 2022 setidaknya terdapat tiga kasus penegakan hukum yang berbasis kekerasan bahkan dua diantaranya masuk dalam kategori extrajudicial killing, namun pelakunya tidak dihukum. 

Prilaku yang demikian, hal ini memperlihatkan bahwa praktek kekerasan oleh aparat penegakan hukum masih terjadi di Aceh, dan berlangsung adanya hal ini sangat bertentangan dengan semangat menjaga keutuhan perdamaian Aceh.

2. Lemahnya Penegakan Pemberantasan Korupsi di Aceh

Dalam beberapa tahun terakhir vonis/putusan bebas terkesan sudah menjadi trend pengadilan tipikor Banda Aceh. Dari tahun 2021 sampai dengan awal tahun 2023 tercatat ada 9 Perkara Korupsi yang di vonis bebas, dengan rincian tahun 2021 ada 3 Perkara, 2022 ada 5 Perkara, dan awal 2023 sudah ada 1 perkara yang di putus bebas oleh pengadilan Tipikor Banda Aceh.

Hal ini tentu harus menjadi perhatian semua pihak yang bahwasanya penegakan hukum belum mengarah pada upaya mewujudkan keadilan dan keberpihakan kepada masyarakat terdampak akibat korupsi.

3. Langgengnya prilaku Perampasan Lahan dan Kerusakan Lingkungan Hidup

Buruknya tata kelola lahan pada bidang pemanfaatan Sumber Daya Alam juga menjadi ancaman serius untuk jaminan ketersediaan tanah di Aceh. 

Masalah utamanya adalah masih terlihat nyata ketimpangan penguasaan lahan di Aceh. Lahan pertanahan masih didominasi penguasaan individu dalam skala besar. 

Dampaknya, ketersediaan lahan menjadi semakin krisis, yang kemudian memicu laju angka konflik horizontal antara masyarakat dengan masyarakat atau konflik masyarakat dengan perusahan investasi SDA, atau bahkan pemerintah dengan perusahaan. Dan bahkan ketersediaan lahan menjadi ancaman keberlangsungan ekologis. 

Kerusakan lingkungan hidup adalah dampak yang tidak bisa dihindari.
Setidaknya, hingga ditahun 2022 angka kasus perampasan tanah rakyat meningkat. 

Akibat dari perampasan lahan tersebut, masyarakat kehilangan 2.634 Ha wilayah kelolanya, lahan pertanian sebagai sumber ekonomi keluarga. Korban akibat konflik perampasan lahan tersebut mencapai 3.779 Jiwa. 

Selain itu juga terdapat 58 orang Korban Kriminalisasi, dipenjara atas laporan perusahaan akibat mempertahankan tanah kelolanya. 

Tidak hanya itu, penderitaan yang dalami oleh masyarakat korban pun lebih kejam, terdapat 8 orang yang diculik secara paksa, untuk diminta melepaskan lahan yang sedang dikelolanya.

Selain dari itu, akibat buruknya prilaku perizinan eksploitasi sumber daya alam, sampai dengan tahun 2022, hutan Aceh telah kehilangan 518.440 Ha Kawasan hutan. 

Diantaranya, 69.488 Ha kehilangan hutan produksi, 7.077 Ha Kehilangan hutan produksi konversi, 12.350 Ha Hutan Produksi Terbatas, 65.780 Ha Kehilangan Hutan Lindung, 36.589 Ha kehilangan kehilangan Kawasan Konservasi, dan 460.609 Ha kehilangan Areal Penggunaan Lain.

4. Memberi Impunitas Bagi Pelaku Pelanggaran HAM Masa Lalu di Aceh.

Pelaksanaan reparasi mendesak korban pelanggaran HAM oleh Pemerintah Aceh tidak sesuai dengan rekomendasi reparasi KKR Aceh. 

Pelaksanaan reparasi mendesak ini, dilakukan melalui skema bantuan social, artinya Pemerintah Aceh menyamakan hak korban pelanggaran HAM dengan fakir miskin, atau korban bencana alam dengan angka setiap korban akan mendapatkan Rp10 juta. 

Padahal KKR Aceh merekomendasikan reparasi mendesak, sesuai dengan kebutuhan korban. Kekeliruan dalam pelaksanaan ini, tentu berdampak yang sangat signifikan, dan tidak bertentangan dengan pertanggungjawaban negara terhadap korban pelanggaran hak asasi manusia. 

Rekoemndasi KKR Aceh tentang reparasi mendesak cukup jelas menyebutkan kebutuhan korban, yaitu korban membutuhkan lima jenis layanan mendesak (bantuan medis, psikologis, bantuan usaha, jaminan hidup dan layanan kependudukan).

Selanjutnya, melalui kepres tim penyelesaian pelanggaran ham (TPPHAM) non yudisial, presiden pemerintah sedang berupaya mendelegitimasi hasil kerja Komnas HAM dan mencoba memberi ruang impunitas bagi pelaku. 

Ketiadaan upaya untuk mencapai aspek kepastian hukum dalam tugas dan fungsi Tim PPHAM ini dinilai sebagai lemahnya negara dalam melakukan pengenakan hukum yang berakibat pada keberlanjutan impunitas bagi orang atau kelompok yang diduga keras telah melakukan pelanggaran HAM berat di Indonesia. 

Kasus-kasus pelanggaran HAM berat telah jelas mekanisme penyelesaiannya, yaitu melalui pengadilan HAM. Jika alasan pembentukan Tim PPHAM ini untuk mempercepat pemulihan bagi korban, seharusnya pemerintah justru harus mempercepat adanya peradilan HAM untuk memeriksa kasus-kasus yang telah terjadi. 

Hal ini justru sejalan dengan upaya sebelumnya di mana Komnas HAM telah melakukan penyelidikan untuk kasus-kasus tersebut.

5. Gagalnya Mempertahankan Sistem Demokrasi dan Tata Kelola Pemerintahan Pasca Perdamaian Aceh.

Terdapat beberapa catatan penting yang berkaitan dengan perkembangan kondisi demokrasi pasca perdamaian di Aceh, diantaranya yaitu:

a. Gagalnya mempertahankan Ruh UU Pemerintah Aceh.

Semakin kelihatan melemahnya Pemerintah Aceh dalam merealisasi pemerintah Aceh. Hal ini ditandai dengan beberapa hal. Pertama terdapat beberapa qanun perintah langsung UU Pemerintah Aceh tidak bisa disahkan, karena tidak ada hasil fasilitasi dari pemerintah pusat. 

Salah satunya adalah Rancangan Qanun Aceh tentang Pertanahan, yang telah difinalisasi oleh pemerintah Aceh sejak tahun 2020, meskipun sudah tiga tahun, pemerintah pusat belum memberikan hasil fasilitasi. 

Kedua tidak berfungsinya Pasal 8 ayat (2) dan (3) yang menyebutkan bahwa rencana pembentukan undang-undang oleh DPR yang berkaitan langsung dengan Pemerintah Aceh akan dilakukan dengan konsultasi dan pertimbangan DPRA. 

Hal ini berdampak pada lahirnya beberapa UU lain pada tingkat nasional yang kemudian terjadi pemangkasan kewenagan pemerintah Aceh, seperti tentang kepemiluan, dan lahirnya UU Cipta Kerja.

b. Gagalnya Melakukan Perbaikan Tata Kelola Birokrasi Pemerintahan.

Tata kelola pemerintahan yang akuntabel tentu saja diprasyaratkan oleh kondisi keterbukaan informasi yang baik. Namun sayangnya, di saat Pemerintah Aceh mendapat peringkat daerah yang informatif malah jumlah sengketa informasi meningkat dalam setahun terakhir yang menunjukkan bahwa kualitas keterbukaan informasi publik masih harus dioptimalkan. 

Permasalahan keterbukaan informasi menjadi indikator dan elemen penting sebagai cerminan tata Kelola pemerintahan yangh baik. Disatu sisi, pemerintah pusat memberikan apresiasi terhadap kinerja Pj. Gubernur Aceh, namun disisi lain gugatan terhadap sengketa informasi atau bahkan permasalahan bermunculan pada jantung kuasa yudisial Akses Informasi, yaitu Komisi Informasi Aceh yang tidak berjalan efektif. 

Hal ini dibuktikan atas gugatan masyarakat sipil terhadap kelembagaan Komisi Informasi Aceh akibat Komisioner tidak melaksanakan tugas sebagai mana mestinya.

Tidak mampu membangun roadmap fiscal yang semakin rendah. Dengan semakin kecilnya kapasitas fiskal Pemerintah Aceh, pasca menuruntnya proporsi Dana Onomi Khusus dari 2% menjadi 1% dari plafon Dana Alokasi Umum Nasional, mestinya ada kebijakan mendasar dalam skema anggaran yang dibangun Pemerintah Aceh. 

Sayangnya, hal demikian belum terlihat sama sekali. dalam konteks ini, Pj. Gubernur Aceh harus sudah segera menetapkan desaign pembiayaan pembangunan dengan kemampuan fiskal yang berkurang tersebut.

c. Unprosedural Pengangkatan Pj. Gubernur Aceh.

Pengangkatan AM dalam JPT Staf Ahli Mendagri dilakukan tanpa melalui proses secara terbuka dan kompetitif, sehingga bertentangan dengan Pasal 109 Ayat (2) UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Jo. Pasal 157 Ayat (1) PP No.11/ 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil diubah dengan PP No. 17/ 2020 (PP Manajemen PNS). 

Selain cacat prosedur, juga mencederai prinsip - prinsip demokrasi dan HAM. Dimana pengisian Penjabat Kepala Daerah masih dalam ruang lingkup pemaknaan “secara demokratis” sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945. 

Oleh karenanya, perlu bagi pemerintah untuk menerbitkan peraturan pelaksana sebagai tindak lanjut Pasal 201 UU 10/2016, sehingga tersedia mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas sekaligus memberikan jaminan bagi hak asasi warga negara untuk mendapatkan informasi dan berperan aktif terhadap jalannya pemerintahan.

6. Melemahnya Kesetaraan serta Perlindungan Perempuan dan Anak.

Pemerintah Aceh gagal dalam melindungi perempuan dan anak. Praktik kekerasan terhadap perempuan dan anak masih terjadi di Aceh. Sepanjang tahun 2022 terdapat 1.299 bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak. 

Kasus kekerasan terhadap anak terdapat 679 bentuk kekerasan, yang didominasi oleh kekerasan seksual. Sedangkan untuk kasus kekerasan terhadap perempuan terdapat 620 bentuk kekerasan, yang juga didominasi oleh kasus kekerasan seksual.

Permasalahan lain adalah, ruang partisipasi perempuan masih sangat sempit di Aceh. Keterlibatan perempuan sebagai partisipasi dalam pengambilan kebijakan masih tidak berjalan dengan baik. Dan  permasalahan terakhir adalah pemenuhan hak perempuan sebagai korban konflik masa lalu di Aceh.
Perempuan korban konflik tidak mendapatkan ha katas pemulihan fisik secara optimal.

KOMENTAR

ADS

Name

BISNIS cinta terlarang DAERAH EKONOMI HUKUM KRIMINAL NASIONAL OLAHRAGA OPINI PENDIDIKAN POLITIK RAGAM
false
ltr
item
Liputan Investigasi: Sengkarut Tata Kelola Pemerintahan Aceh, Merampas Ruang Hidup dan Memangkas Hak Konstitusional Masyarakat
Sengkarut Tata Kelola Pemerintahan Aceh, Merampas Ruang Hidup dan Memangkas Hak Konstitusional Masyarakat
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIqUL65yXNQ6ybLL8ZCHv30TkwgEf7luHXtVK6U1yas5w_Hq5blN5ntDZnl7-TXA8bzxLDSYA-o4tMiRRjO3aOCx3AEI3HxJ4tlcES5Zh8j_quv0znFcoS0_9IkLWwktwpHXXQtKz_ZR9JhevVKaplc0-FLGwu-pRJAK7E8SzriyaBjxaU_pDr2ajJ/s320/IMG-20230117-WA0029.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjIqUL65yXNQ6ybLL8ZCHv30TkwgEf7luHXtVK6U1yas5w_Hq5blN5ntDZnl7-TXA8bzxLDSYA-o4tMiRRjO3aOCx3AEI3HxJ4tlcES5Zh8j_quv0znFcoS0_9IkLWwktwpHXXQtKz_ZR9JhevVKaplc0-FLGwu-pRJAK7E8SzriyaBjxaU_pDr2ajJ/s72-c/IMG-20230117-WA0029.jpg
Liputan Investigasi
https://www.liputaninvestigasi.com/2023/01/sengkarut-tata-kelola-pemerintahan-aceh.html
https://www.liputaninvestigasi.com/
https://www.liputaninvestigasi.com/
https://www.liputaninvestigasi.com/2023/01/sengkarut-tata-kelola-pemerintahan-aceh.html
true
2259537535745442111
UTF-8
Not found any posts VIEW ALL Readmore Reply Cancel reply Delete By Home PAGES POSTS View All DISARANKAN UNTUK DI BACA LABEL ARCHIVE SEARCH ALL POSTS Not found any post match with your request Back Home Sunday Monday Tuesday Wednesday Thursday Friday Saturday Sun Mon Tue Wed Thu Fri Sat January February March April May June July August September October November December Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec just now 1 minute ago $$1$$ minutes ago 1 hour ago $$1$$ hours ago Yesterday $$1$$ days ago $$1$$ weeks ago more than 5 weeks ago Followers Follow THIS CONTENT IS PREMIUM Please share to unlock Copy All Code Select All Code All codes were copied to your clipboard Can not copy the codes / texts, please press [CTRL]+[C] (or CMD+C with Mac) to copy