Jakarta/liputaninvestigasi.com - Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 12 (dua be...
Jakarta/liputaninvestigasi.com - Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 12 (dua belas) permohonan penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif. Rabu 24 Agustus 2022.
Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H. M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri, dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
Adapun 12 (dua belas) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yakni tersangka GS alias Gilang Bin B dari Kejaksaan Negeri Pontianak yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian.
Tersangka LA alias Leni Bin SA dari Cabang Kejaksaan Negeri Sambas di Pemangkat yang disangka melanggar Pasal 80 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Perundang-undangan Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
Tersangka Is BIN (Alm) AMH dari Kejaksaan Negeri Langsa yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.Tersangka J Bin RH dari Kejaksaan Negeri Langsa yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Tersangka MJ Bin AM dari Kejaksaan Negeri Aceh Timur yang disangka melanggar Pasal 76C Jo Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Tersangka MT Bin M.N dari Kejaksaan Negeri Bireuen yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. Tersangka S Bin H dari Kejaksaan Negeri Bireuen yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka MS Bin AG dari Kejaksaan Negeri Lhokseumawe yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.Tersangka SZ Bin (Alm) AZ dari Kejaksaan Negeri Lhokseumawe yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka HSM Bin S dari Kejaksaan Negeri Minahasa Selatan yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (1) KUHP tentang pencemaran nama baik. Tersangka L Binti A dari Kejaksaan Negeri Aceh Jaya yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka M Bin M.A dari Kejaksaan Negeri Pidie Jaya yang disangka melanggar primair Pasal 353 Ayat (1) subsidiair Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.
JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana menyebutkan alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan yaitu:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf. Tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana'. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
"Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi'. Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar," terangnya.
Sebagai pertimbangan sosiologis, masyarakat merespon positif. Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.||NB