Jakarta/liputaninvestigasi.com - Kejaksaan Agung kembali melakukan pemeriksaan terhadap saksi yang dibutuhkan dalam penanganan kasus dugaan ...
Jakarta/liputaninvestigasi.com - Kejaksaan Agung kembali melakukan pemeriksaan terhadap saksi yang dibutuhkan dalam penanganan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan satelit Kementerian Pertahanan yang merugikan negara hinga Rp.500 miliar.
Kapuspenkum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, menyatakan pihaknya memeriksa saksi KH selaku tim ahli Kemenhan. Pemeriksaan itu terkait tindak pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) di Kemenhan tahun 2015 sampai dengan 2021 lalu.
Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberi keterangan, guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan dialami sendiri. "Guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi dalam pengadaan Satelit Slot Orbit 123 derajat bujur timur tersebut," ungkap Leonard di Jakarta, Kamis (03/2/2022).
Sebelumnya, Kejagung menyatakan negara mengalami kerugian 500 miliar lebih terkait dugaan perkara proyek pembuat dan penandatangan kontrak satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) Kemhan pada 2015-2016.
"Indikasi kerugian negara yang menjadi temuan hasil dari diskusi dengan rekan-rekan auditor, perkirakan uang sudah keluar sekitar Rp.500 miliar lebih dan ada potensi. Karena kita sedang digugat di arbitrase sebesar 20 juta USD," kata Jampidsus Kejaksaan Agung Febrie Ardiansyah saat konpers, Jumat (14/1) lalu.
Febri menyebutkan jumlah Rp 500 miliar dari proyek satelit Kemhan tersebut diperuntukkan untuk membayar biaya sewa Avanti sebesar Rp 491 miliar, kemudian untuk biaya konsultan sebesar Rp18,5 miliar.
Selanjutnya untuk biaya Arbitrase Navajo senilai Rp 4,7 miliar. Masih kita sebut potensi ya, karena masih berlangsung dan kita melihat bahwa timbulnya kerugian atau pun potensi sebagaimana tadi yang disampaikan di persidangan Arbitrase ini."Karena memang ada kejahatan yang kualifikasinya ekspose dilakukan,masuk dalam kualifikasi tindak pidana korupsi.
Sementara, Perintah Presiden usut tuntas, Menko Polhukam Mahfud MD meminta agar pembuat dan penandatangan kontrak proyek satelit komunikasi pertahanan (Satkomhan) Kemhan pada 2015-2016 bertanggung jawab.
Hal itu belum ada kewenangan negara di dalam APBN dalam pengadaan satelit."Yang bertanggung jawab yang membuat kontrak itu karena belum ada kewenangan dari negara bahwa harus melakukan pengadaan satelit dengan cara-cara itu," katanya dalam konferensi pers, Kamis (13/1).
Mahfud, mengakui telah memberitahu Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait adanya dugaan pelanggaran hukum tersebut. Jokowi meminta kepada Mahfud untuk menuntaskan kasus tersebut."Presiden memerintahkan saya untuk meneruskan dan menuntaskan kasus ini.
Tidak hanya itu, ia sudah sempat membahas terkait hal itu bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Kemudian Mahfud pun berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk menyelidiki pihak-pihak yang bertanggung jawab terkait hal itu. "Karena kalau ada sesuatu pelanggaran hukum dari sebuah kontrak kalau kita harus membayar itu kita harus lawan," ujarnya.
Ditagih 4 Perusahaan Asing, Mahfud meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menindaklanjuti masalah tersebut secara serius. Sebab,bukan tidak mungkin empat perusahaan lain, Airbus, Detente, Hogan Lovels, dan Telesat juga mengajukan gugatan yang sama.
Pemerintah akan meminta kejaksaan Agung menerus apa yang telah dilakukan. "Kami mohon Kejaksaan Agung mempercepat. Daripada tagihan-tagihan kita tidak punya alat," katanya.
Maka segera konfirmasi maka yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung Sudah benar di dalam seluruh proses pemeriksaan. Sebab katanya, tidak menutup kemungkinan negara berpotensi ditagih lagi oleh Airbus, Detente, Hogan Lovels, dan Telesat.
Mahfud pun berharap agar segera diselesaikan sehingga negara tidak perlu membayar kontrak yang belum jelas asalnya."Sehingga banyak sekali ini beban kita kalau ini tidak segera diselesaikan," pungkasnya.||Rls-NB