Jakarta/liputaninvestigasi.com - Pendekatan yang mengutamakan keadilan dalam proses hukum bakal terus dilakukan dan diperluas. Dengan begitu...
Jakarta/liputaninvestigasi.com - Pendekatan yang mengutamakan keadilan dalam proses hukum bakal terus dilakukan dan diperluas. Dengan begitu, penegakan hukum diharapkan tidak tajam ke bawah, tetapi tumpul ke atas.
Dalam setahun terakhir, Kejaksaan Agung telah menghentikan 703 perkara dengan mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice. Keadilan restoratif, antara lain, diberikan kepada Agus Arif Gunawan (30), tersangka pencurian telepon seluler, Senin (24/1/2022), di Kantor Kejaksaan Negeri Sumber, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Berkat keadilan restoratif, kasus Agus tak berlanjut ke pengadilan. Penjual es keliling itu pun dinyatakan bebas dari ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun sesuai dengan Pasal 362 KUHP. Selain belum pernah melakukan tindak pidana, alasan pemberian kebijakan itu juga karena korban pencurian telah memaafkan Agus.
Apalagi, berdasarkan pengakuannya, Agus terpaksa mencuri untuk membiayai pengobatan anaknya yang masih berusia tiga bulan. Berbagai pertimbangan tersebut membuat jaksa memberikan keadilan restoratif.
”Terima kasih banyak sudah membebaskan saya. Saya janji enggak bakal ngulangin hal (mencuri) kayak gitu lagi,” kata Agus.
Jaksa Agung Burhanuddin mengatakan, keadilan restoratif merupakan kewenangan yang dimiliki Jaksa. Hanya jaksa yang dapat menentukan seseorang disidang atau tidak. Keputusan jaksa untuk menentukan suatu perkara berlanjut ke pengadilan diatur dalam Pasal 139 KUHAP.
Negara hadir meskipun mendapatkan keadilan restoratif, lanjutnya, bukan berarti seseorang boleh melakukan tindak pidana lagi. Menurut Jaksa Agung, kebijakan tersebut menunjukkan negara hadir dalam pemenuhan keadilan bagi masyarakat.
”Program saya, tidak ada lagi masyarakat bawah yang tercederai oleh rasa ketidakadilan. Hukum tidak tajam ke bawah. Itu sudah dibuktikan,” ucapnya.
Oleh karena itu, pihaknya berkomitmen terus memberikan keadilan restoratif untuk perkara yang memenuhi ketentuan.”Kemungkinan ke depan, akan saya lebih perluas (cakupan penerima kasus keadilan restoratif) lagi. Kami akan melihat bobot penanganan perkara. Inilah upaya-upaya kita (memberikan keadilan),” ujarnya.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana menambahkan, perluasan cakupan kasus keadilan restoratif akan dilakukan dengan mengembangkan nilai kerugian yang dialami korban.
Saat ini, salah satu syarat pemberian kebijakan itu adalah jika korban merugi kurang dari Rp 2,5 juta. Pihaknya menargetkan, payung hukum terkait dengan aturan itu tuntas bulan depan.
Dengan demikian, terdapat 703 kasus yang tidak berlanjut ke pengadilan. Kasus itu, seperti pencurian, narkoba, dan terkait dengan informasi dan transaksi elektronik.
Dalam sebulan terakhir, pihaknya telah memutuskan 53 perkara tindak pidana dengan mekanisme keadilan restoratif. Tahun lalu, sebanyak 650 perkara juga melalui kebijakan tersebut.
”Kejaksaan ingin menghadirkan keadilan dan kemanfaatan hukum,” kata Fadil. Ia mencontohkan, dengan penyelesaian 700-an perkara melalui keadilan restoratif, sekitar 1.000 tersangka tidak lagi perlu menjalani peradilan dan berlanjut ke penjara. Kebijakan itu juga dianggap mengurangi beban lembaga pemasyarakatan yang telah kelebihan kapasitas," katanya||Rls/NB