Banda Aceh/liputaninvestigasi.com - Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia ( K) SBSI, Ayah Ishak Yusuf menyoroti permasalahan t...
Banda Aceh/liputaninvestigasi.com - Ketua Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia ( K) SBSI, Ayah Ishak Yusuf menyoroti permasalahan tingginya angka kemiskinan di Aceh. Menurutnya, alokasi anggaran Aceh terlalu besar padahal penduduk di Aceh kecil. Namun, untuk meningkatkan kemajuan, baik pendidikan maupun ekonomi dan UMKM masyarakat Aceh tidak mampu memberikan kebaikan dari anggaran Rp16 triliun lebih yang dimiliki Aceh saat ini. Jumat 2 April 2021.
Fenomena isu kemiskinan ini apakah banyak orang miskin, tentu tidak, tapi nilai angka yang dikeluarkan oleh BPS Aceh 15.8,%, angka masyarakat termiskin dari jumlah penduduk Aceh. Hal ini juga diukur dari nilai angka Anggaran Belanja Pemerintah Aceh per-tahun senilai Rp16 triliun dari penduduk 5 juta itu tidak bebanding lurus anggaran yang ada di Aceh. "Jika kita lihat dari berita-berita pernyataan-pernyataan politik pemerintah Indonesia terhadap Aceh, bahwa ada yang salah yaitu tata kelola pemerintahan yang ada di Aceh,” ungkap Ayah.
Ayah menambahkan, Jika melihat dinamika sosial di Aceh saat ini, persentase kemiskinan masih menjadi pekerjaan rumah (PR) besar pemerintah aceh dalam menjawab tantangan dari anggaran yang dimiliki Aceh saat ini, baik di APBA maupun APBK.
"Rp16,9 triliun, jika dibandingkan dengan pemerintah provinsi tetangga kita yang hanya memiliki Rp11 triliun dengan jumlah penduduknya lebih kurang 14 juta jiwa, sedangkan Aceh yang memiliki Rp16,9 triliun yang memiliki penduduk 5 juta jiwa itu, dalam nilai rata-rata nasional persentasenya termiskin di Sumatera. Jadi ini tantangan yang dimiliki Pemerintahan di Aceh baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota,” jelasnya
Anggaran otomomi khusus yang didapat Aceh saat ini, Ayah Ishak Yusuf menjelaskan, pada 2022 akan dikurangi 1 persen dari 2 persen yang diterima dari Dana Alokasi Umum (DAU) APBN. Dana yang menurutnya merupakan “pil penenang” untuk Aceh itu juga akan berakhir dikucurkan pemerintah pusat pada 2027 mendatang.
"Jika terjadi pengurangan, maka APBA Aceh akan berkisar Rp 9 hingga Rp12 triliun. Bayangkan saja, Rp16,9 triliun itu Aceh tidak mampu menjawab tantangan kemiskinan, Pengangguran dan tantangan ekonomi dan sosial bagaimana kalau tinggal Rp9 triliun. Jadi selagi ada, maka harus manfaatkan dan dikelola dengan baik," ungkap ayah.
Menurut Ayah, Jika Aceh ke depan tidak lagi memiliki Otsus, maka Aceh tidak bisa berbuat apa-apa dan tidak bisa untuk melakukan peningkatan sumber daya manusia lagi, Penanggulangan masyarakat Aceh yang pengangguran.
Dengan kasat mata ayah melihat bahwa sebagian besar APBA itu beban belanja rutinnya adalah gaji pegawai dan operasional para pejabat fungsional dan struktural. Jika tidak dilakukan perubahan pengelolaan anggaran, maka Aceh tidak akan mampu menjawab tantangan-tatangan ini (kemiskinan dan pengangguran).
Mantan ketua Partai buruh Provinsi Aceh menyebutkan, jika dilihat perguruan tinggi di Aceh itu lumayan, hampir semua kabupaten/kota di Aceh ada, jika berbicara perguruan tinggi, tentu menciptakan Sumber Daya Manusia, Jika dilihat SDM, tentu akan berbanding lurus dengan kemajuan ekonomi di Aceh, Namun itu tidak terjadi. Di Aceh terus mencetak generasi Sumber Daya Manusia atau lulusan S1 dan S2 tapi tidak ada ruang untuk mendapatkan pekerjaan, sehingga terjadi pengangguran di mana-mana, sehingga menjadi beban daerah yang dimiliki Aceh saat ini.
Mantan Tokoh Politisi Aceh ini juga menjelaskan, sumber denyut nadi Aceh hanya berkutat di APBA, begitu juga halnya kabupaten/kota yang bergantung di APBK jangan sampai APBA Aceh digunakan oleh pengusaha dan Gubernur Aceh hanya untuk kelompoknya saja.
Buka Juga:
Persoalan Aceh Termiskin Kesalahan Nova?, Ini Pandangan Pengamat Ekonomi
Untuk menjawab persoalan pengangguran, pemerintahan di Aceh menurut Ayah Ishak harus mengupayakan membangun industri-industri di Aceh agar para lulusan baru di Aceh mendapat peluang pekerjaan.
"Semua hanya mengejar infrastruktur, karena ada comitmen fee di situ. Sangat jarang program-program yang dialokasikan untuk pendidikan juga menurunkan angka kemiskinan digunakan untuk kemajuan dari sisi pendidikan dan UMKM itu sendiri. Alokasi untuk peningkatan kualitas pendidikan dan UKMK itu sangat minim. Sangat jarang kita lihat kebijakan pemerintah untuk pemberian bimtek kepada tenaga pendidik dan Para Pemuda pedesaan, padahal alokasi anggaran pendidikan dan ketenagakerjaan itu besar sekali,” tutup Ayah. nb