Lhokseumawe/liputaninvestigasi.com – Terkait kasus dugaan pelecehan seksual oleh oknum Ketua Yayasan di Kota Lhokseumawe, Aceh, Ketua Umum P...
Lhokseumawe/liputaninvestigasi.com – Terkait kasus dugaan pelecehan seksual oleh oknum Ketua Yayasan di Kota Lhokseumawe, Aceh, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Wilson Lalengke, S.Pd., M.Sc., M.A., angkat bicara. Selain mengaku prihatin, Wilson juga menegur aparat kepolisian yang dinilai lamban menangani kasus tersebut.
“Saya sangat prihatin atas terjadinya pelecehan terhadap perempuan di dunia pendidikan sebagaimana yang diduga dilakukan oleh oknum ketua yayasan di Lhokseumawe, Aceh, baru-baru ini,” kata Wilson Lalengke melalui keterangan tertulisnya yang diterima redaksi, Senin (28/12/2020).
Menurut Wilson, dugaan pelecehan seksual itu semakin membuat miris karena beberapa hal, antara lain peristiwa memalukan itu terjadi di wilayah yang dikenal sebagai daerah Serambi Mekkah, daerah yang masyarakatnya religius islami dan menerapkan syariat Islam sebagai aturan hukum bagi masyarakatnya.
Menurutnya, jika benar terbukti, fakta itu menunjukkan fenomena yang paradoks antara idealisme masyarakat Islami yang dicita-citakan dengan fakta lapangan di dunia pendidikan yang bertentangan dengan apa yang diharapkan itu.
Sebelumnya, pihak keluarga korban didampingi kuasa hukum sudah melaporkan dugaan pelecehan seksual tersebut ke Polres Lhokseumawe pada, Selasa (03/11/20), dengan nomor laporan polisi : STTLP/382/XI/2020.
Menurut Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu, jika kasus tersebut sudah dilaporkan oleh korban ke pihak berwajib, maka merupakan kewajiban mutlak bagi aparat penegak hukum untuk memprosesnya, mengusut, dan menyeret terduga pelaku tindak pidana pencabulan dan pelecehan terhadap mahasiswi itu.
Wilson menegaskan, negara harus hadir melalui aparat polisi di sisi mahasiswi ini untuk melindungi, mengayomi, dan melayani kebutuhan hukumnya. Polisi tidak boleh kalah oleh kekuatan, baik kekuatan pengaruh maupun kekuatan uang, yang berada di balik oknum terduga pelaku tindak pidana tersebut. “Polisi tidak dibenarkan mengulur-ulur waktu dalam memberikan pelayanan hukum bagi warga masyarakat, siapapun warga tersebut. Rakyat sudah membelikan segala kebutuhan hidup para polisi, hingga ke isi perut dan pembungkus perutnya, tidak lain agar para polisi itu dapat melakukan tugas pokok dan fungsinya sebagai pelayan rakyat,” tegas Wilson.
Wilson menambahkan, jika polisi tidak mampu melakukan tugasnya melindungi, mengayomi, dan melayani, serta menegakkan hukum, sebaiknya dia berhenti saja sebagai polisi. “Masih ada jutaan pemuda-pemudi Indonesia yang antri ingin mengabdi bagi bangsa dan rakyat Indonesia melalui institusi kepolisian,” tandas Alumni Pasca Sarjana di Utrecht University Belanda dan Linkoping University Swedia, Program Master di bidang Applied Ethics.