Banda Aceh/liputaninvestigasi.com - Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala menyelenggarakan National Onlin...
Banda Aceh/liputaninvestigasi.com - Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala menyelenggarakan National Online Public Discussion pada, Jumat 24 April 2020.
Diskusi tersebut dilakukan melalui aplikasi Zoom Meeting dan ditayangkan secara langsung melalui YouTube channel Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia (ISMKI).
Kegiatan yang bertema “Covidpedia: Garda Terdepan Berbicara" ini bekerja sama dengan PB IDI, IDI Cabang Banda Aceh, HMI Komisariat FK Unsyiah, dan ISMKI Nasional.
Terdapat 3 Narasumber yang hadir dalam diskusi ini. Pertama, dr. Daeng M. Faqih, S.H., M.H. Selaku ketua PB IDI,
Kedua, Dr. dr. Azharuddin, Sp.OT, K-Spine.FICS selaku Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia Provinsi Aceh.
Ketiga, dr. Listya Paramita, Sp.KK selaku Medical Influencer.
Forum diskusi yang di moderatori Sekjend BEM FK Unsyiah M. Aidil Faraby ini turut dimeriahkan oleh musisi nasional Rahmania Astrini.
Rais Maulana selaku Ketua BEM FK Unsyiah menyampaikan bahwa kegiatan ini diharapkan dapat menjadi media informasi terkini bagi masyarakat.
Ia melanjutkan, agar ini menjadi garda terdepan sekaligus sebagai media edukasi preventif dalam hal memutus mata rantai penyebaran virus corona.
Dalam kesempatan ini dr. Daeng M. Faqih, S.H, M.H menyampaikan bahwa Indonesia sedang mengalami peningkatan angka ODP dan PDP secara drastis hingga mencapai angka ±196.000 jiwa.
Daeng berharap, agar pemerintah menyanggupi kebutuhan pemeriksaan testing secara massal, cepat, dan luas hingga 10.000 orang/hari.
dr. Daeng juga meminta supaya PCR sebagai “Golden Standart” yang beroperasi di Indonesia harus diperbanyak.
Pada kesempatan yang sama, dr. Listya Paramita, Sp.KK menyampaikan pentingnya tindakan preventif seperti PHBS dan social distancing harus kita massifkan.
Ia melanjutkan, kepedulian sosial terhadap tetangga dilingkungan rumah juga harus lebih kita perhatikan.
"Meski tidak bisa menjadi pedoman penegak diagnosis, rapid test sangat efektif dilakukan sebagai media screening awal guna memetakan pola mata rantai penyebaran," ungkapnya.
Ia menambahkan, bila setelahnya hasil positif, maka dapat dilanjutkan dengan test swab PCR.
Mengenai kondisi di Aceh Dr. dr. Azharuddin, Sp.OT, K-Spine.FICS menyampaikan bahwa Aceh telah mendapatkan 15.000 rapid test untuk didistribusikan secara proporsional oleh Dinas Kesehatan ke 23 Kab/Kota.
Menurutnya, jumlah tersebut masih jauh dari angka yang memadai, ia mencontohkan seperti RSUDZA yang memiliki 3.000 karyawan namun hanya 200an yang dapat rapid test.
"Masyarakat jangan pernah bosan mengedukasi lingkungan sekitarnya dalam hal memutus rantai persebaran virus corona," tutupnya.