Banda Aceh/liputaninvestigasi.com - Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, Karhutla juga dimasukk...
Banda Aceh/liputaninvestigasi.com - Berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, Karhutla juga dimasukkan dalam kategori bencana karena dampaknya berupa kabut asap yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar, Selasa 17 September 2019.
Karhutla telah menyebabkan korban jiwa, kerugian finansial, kepunahan flora dan fauna. Riau sebagai salah satu provinsi yang tercatat sebagai penyumbang lima terbesar bencana yang terjadi di Indonesia.
Kebakaran di Provinsi Riau yang besar awalnya terjadi tahun 1997, kasus kebakaran hebat melanda sebagian besar kawasan hutan alam. Lalu, Kebakaran Lahan dan Hutan (KARLAHUT) kembali mengalami peningkatan yang signifikan di awal tahun 2019, sejak itu Plt Gubernur Wan Thamrin Riau menetapkan Provinsi Riau pada tanggal 19 Februari sampai delapan bulan ke depan sebagai status siaga bencana KARLAHUT.
Diduga kebakaran lahan dan hutan disebabkan oleh ulah manusia baik kalangan masyarakat dan perusahaan dalam melakukan pembukaan lahan (korporasi). Investigasi Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (JIKALAHARI), Riau mengenai insiden kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau sepanjang 15-21 Juli 2019 menemukan titik panas di lahan konsesi milik sembilan perusahaan.
Titik panas di lahan konsesi milik 12 perusahaan ini mencapai 27 titik.
Oleh karena itu, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Syiah Kuala dengan ini menyatakan sikap :
1. Meminta Presiden Joko Widodo selaku Presiden Republik Indonesia bertanggung jawab atas bencana asap Riau dan daerah lainnya yang semakin parah.
2. Menuntut kepada Presiden Joko Widodo untuk bertindak tegas menyelesaikan permasalahan lingkungan yang terjadi belakangan ini.
3. Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ikut aktif dan peduli terhadap masalah kabut asap yang melanda saudara-saudara kita di Riau.