Aceh Singkil/liputaninvestigasi.com- Gas LPG 3 Kg di beberapa wilayah kini menjadi barang langka. Sulitnya masyarakat mendapatkan isi ula...
Aceh Singkil/liputaninvestigasi.com- Gas LPG 3 Kg di beberapa wilayah kini menjadi barang langka. Sulitnya masyarakat mendapatkan isi ulang LPG 3 Kg, diperparah dengan ditemukannya oknum pangkalan resmi yang menjual di atas harga eceran tertinggi (HET).
Hal ini terlihat dari pantauan awak media di Kecamatan Gunung Meriah, Kabupaten Aceh Singkil, Jumat (10/5/2019). Pangkalan di sana menjual gas melon di atas HET.
Harga yang dipatok pun tembus Rp 25 ribu per tabung, terpaut cukup jauh dari HET yang dianjurkan untuk wilayah Kecamatan Gunung Meriah, berkisar Rp 20.000.
Meski dijual di atas HET, harga tersebut jauh lebih murah dibandingkan dengan harga eceran di warung-warung dan kios yang mencapai Rp 35.000 per tabung.
Beberapa masyarakat umum secara langsung pun menyerbu dan rela antri. Hal ini terlihat ketika kedatangan stok LPG 3 Kg dari salah satu agen yang ada di Kabupaten Aceh Singkil di salah satu pangkalan resmi di Kecamatan Gunung Meriah.
"Saya buru-buru, takut tidak kebagian. Biasanya tidak sampai 1 jam diturunkan dari mobil langsung habis, makanya saya rela berdesak-desakan," kata Hasnah (45), warga Rimo kemarin.
Banyak masyarakat tidak kebagian meski telah mengantri lama.
"Saya tidak kebagian, katanya stok yang turun di pangkalan ini hanya 50 tabung. Terpaksa cari di pangkalan lain," kata Imah (32) salah satu ibu rumah tangga yang tidak mendapatkan gas.
Sementara itu, pemilik pangkalan Khairiah dikonfirmasi wartawan. enggan memberikan jawaban terkait dengan dugaan praktik penjualan gas 3 Kg di atas HET. Ia pun enggan menyebutkan harga yang diambil dari agen resmi di wilayah itu.
"Kalau soal itu saya tidak tahu, itu urusan anak saya," kata Khairiah.
Khairiah mengaku, ia mendapatkan pasokan gas LPG 3 Kg tiga kali dalam sepekan yakni pada hari Jumat, Minggu, dan Rabu.
Terpisah, Camat Gunung Meriah Drs. Johan Pahmi Sanip membenarkan jika harga jual gas melon di wilayah itu tidak stabil.
"Sudah sering kita dapat keluhan dari kepala desa serta masyarakat, agar harga bisa distabilkan dan tidak terjadi kelangkaan lagi," kata Johan.
Ia mengaku sudah beberapa kali menyampaikan keluhan masyarakat ke Disprindagkop Aceh Singkil agar bisa dicari solusi. Namun hingga saat ini belum ada solusi dan kelangkaan masih terjadi.
"Memang sebelumnya pihak Disperindagkop ada beberapa kali turun ke lapangan dan ada perubahan. Masyarakat dan pihak pangkalan tidak berani nakal, namun setelah itu kembali seperti biasanya," kata Johan.
Penulis: Rusid Hidayat